BERSYUKUR DAN BEREMPATI
- Rincian
- Diterbitkan hari Selasa, 11 Oktober 2016 00:00
- Ditulis oleh Eko Elliarso
- Dibaca: 12006 kali
Baca: Roma 12:9-21
... dan menangislah dengan orang yang menangis! (Roma 12:15b)
Bacaan Alkitab Setahun:
Matius 25-26
Sebuah keluarga menyelenggarakan ibadah syukur di rumah baru mereka. “Rumah ini kami dapatkan dengan harga istimewa, jauh di bawah harga yang lazim,” kata tuan rumah. “Itulah sebabnya kami bersyukur”. Belakangan, kisah lengkapnya muncul: Karena tertimpa musibah, pemiliknya tertimbun utang. Menjual rumah menjadi satu-satunya pilihan. Tetapi, semua menawar di bawah harga yang lazim. Karena situasinya benar-benar darurat, rumah itu dilepas, dengan harga jauh di bawah normal.
Syukur adalah ungkapan pengakuan dan penghormatan kepada Tuhan bahwa semua yang kita dapatkan adalah hal-hal yang baik. Tiadanya syukur menandai tiadanya pengakuan maupun penghormatan itu. Namun, asal bersyukur—tanpa menimbang secara menyeluruh—bisa menjadi kekeliruan serius.
Kisah di atas patut direnungkan. Katakanlah, dana keluarga itu terbatas, dan tak ada niat memanfaatkan kesulitan sesama. Namun, mereka pasti mengetahui bahwa harga “istimewa” itu ada karena pemilik tertimpa musibah. Pertanyaannya, patutkah kita bersyukur atas sesuatu yang kita tahu kita dapatkan dari kemalangan sesama? Bolehkah sesuatu yang berasal dari kemalangan sesama kita terima sebagai hal baik yang patut kita syukuri?
Bacalah Roma 12:15b. Apakah artinya bagi urusan bersyukur? Syukur harus bergandengan erat dengan empati dan kasih kepada sesama. Empati dan kasih harus menjadi patokan ketika kita menakar apakah hal yang kita dapatkan adalah sesuatu yang baik dan patut disyukuri.—EE
RASA SYUKUR YANG SEJATI TIDAK TERPISAHKAN DARI KASIH
DAN EMPATI PADA SESAMA
Anda diberkati melalui Renungan Harian?
Jadilah berkat dengan mendukung pelayanan kami.
Rek. Renungan Harian BCA No. 456 500 8880 a.n. Yayasan Gloria